Cari Berita/Artikel :

Sebaiknya Pabrik Rokok Ditutup

rokok 50 ribu
Rokok Rp. 50.000,- Loe beli atau berhenti???
Menanggapi isu akan kenaikan harga rokok, dinilai terlalu cepat dan tidak mengikuti alur secara berproses, walaupun harga sebelumnya; rokok diharagai dikisaran Rp. 12.000-20.000 bukan berarti harga rokok naik begitu drastis tanpa memikirkan efek daripada kenaikan.

Seharusnya yang mengkaji ulang tentang kenaikan rokok menjadi Rp. 50.000/bungkus adalah dari berbagai elemen, bukan saja dari pakar ekonomi, industri, bahkan kesehatan atau mungkin survei yang tidak seimbang dengan nilai kuota manusia yang ada di Indonesia. Hasilnya pun memberatkan sebagian manusia yang kehidupannya sudah bergantung kepada rokok. Usulan ini pun salah satunya atas dasar hasil studi Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany.

Sebagaimana Gubernur Jawa Timur, Soekarwo menilai, jika harga rokok naik, Soekarwo khawatir pendapatan petani tembakau dan buruh di pabrik rokok berkurang. "Jika pendapatan pabrik rokok berkurang, maka pengusaha pasti akan mengurangi jumlah buruh," ujar gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo ini.

Petani tembakau, kata dia, juga akan terimbas bila wacana itu  benar-benar diwujudkan. Padahal di Jawa Timur, kata Soekarwo,  ada sekitar 6,1 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari rokok.  "Mudah-mudahaan saya diajak bicara sebelum cukai dinaikkan, biar ada masukan dari daerah," ujar Soekarwo.

Tujuan memang baik untuk mengurangi volume perokok aktif, dan konsumsi anak sekolah yang terus menerus kian meningkat, sekaligus membuat efek jera bagi perokok supaya berhenti; yang mungkin paling tidak mengurangi merokok. Kalau pemerintah melek...!!! harusnya kalau ingin membuat efek jera untuk tidak merokok bagi kalangan anak sekolah atau perokok aktif pada umumnya; mending tutup saja tuh pabrik rokok dan tidak usah menerima impor rokok dari luar negeri.

Saya sependapat dengan pendapat Soekarwo yang menyatakan berseloroh bila ingin mengurangi jumlah perokok, caranya bukan menaikkan cukai, namun semua pabrik rokok harus ditutup. "Pabrik rokok  di luar negeri juga harus ditutup. Mending begitu," katanya.

Intinya adalah ada udang dibalik batu, karena ada pihak yang ingin diuntungkan dengan alibi di negara lain saja cukai sudah naik, saatnya menaikan cukai tersebut. Ini namanya menyembelih manusia secara pelan-pelan.

Ingin harga normal tapi rokok cepat habis, apa harganya selangit lakunya lama?. Selain kalau memang alasan kesehatan dan mengurangi jumlah perokok mending tutup saja pabriknya, dengan mengucapkan Alhamdulillah...! Mungkin saja berbagai tindakan amoral sebagian masyarakat terjadi ketika rokok naik. Maka silahkan melek kembali. Kalau saya bisa beli, tapi yang tidak bekerja mau apa??? pikir tuh !