MBA_Line, Kesambi- Pemenang juara Olimpiade Guru Nasional (OGN) bidang lomba bahasa
Indonesia berasal dari Cirebon.
Iis Nur’aeni, M.Pd guru SMPN 1 Kota
Cirebon Jawa Barat lolos menjadi juara I di perlombaan OGN Bidang Lomba Bahasa
Indonesia yang telah di helat di Jakarta pada 31 September-4 November lalu.
Disampaikannya ketika ditemui awak
media, bahwa dirinya keluar menjadi juara I dan satu-satunya peserta lomba yang
dari Cirebon.
“Saya satu-satunya peserta
perwakilan dari Kota Cirebon mewakili Jawa Barat”. Katanya, ketika di temui
awak media di ruang kerjanya.
Dijelaskan, bahwa dirinya keluar
menjadi jawara dalam pentas OGN telah melewati tiga tahapan, yakni mulai dari
tingkat daerah, tingkat provinsi dan tingkat nasional. Pada tingkat nasional
penilaian yang diambilnya pun mesti melewati tiga tahapan.
“Mesti melewati tiga tahapan tes,
pertama harus melewati tes tulis, tes eksperimen atau worksop dan tes
presentasi, jadi nilai keseluruhan 100 persen itu didapat dari ketiga tahapan
tadi”. Jelasnya.
Disampaikan, bahwa isu yang
dibawakan dalam OGN merupakan isu nasional yang sedang hangat dan mendapat
sorotan publik.
“Isu yang saya bawakan pada saat presentasi
karena bertemakan dengan isu seputar pendidikan, jadi saya bawakan isu pungli disekolah
dan penanaman pendidikan karakter disekolah.”.
Menurutnya, pungli yang jadi
fenomenal itu sejauh ini dilihat dari sisi negatif tanpa memperhitungkan penyebab
dan masalahnya.
“Masyarakat berpendapat negatif
terhadap semua pungutan disekolah semuanya di cap dengan pungli, tetapi kita
kembalikan lagi kepada permasalahan esensi dari diadakannya pungutan disekolah.
Setelah diketahui ternyata esensinya adalah pembiayaan pendidikan”. Katanya.
Disampaikan bahwa pembiayaan pendidikan
itu ada yang sifatnya operasional, investasi, dengan personal. Dari ketiga
jenis itu menurutnya, pemerintah tidak bisa menanggung semuanya.
“Pemerintah hanya mampu menanggung
biaya investasi dan biaya operasional di dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
itu, kalau seperti seragam, apakah iya bisa ditangani pemerintah, kan
ngga”. Katanya.
Disampaikan dalam makalahnya ia
menyampaikan tiga kategori bahwa ada pungutan, pungutan liar (Pungli), dan ada
sumbangan.
“Kalau pungutan itu hanya
diperbolehkan untuk sekolah-sekolah swasta, jadi ketika mereka (pihak sekolah)
memungut berapa dan dalam jumlah berapapun disepakati dengan orang tua ya
boleh, tetapi ketika timbul istilah pungli disekolah itu kan mungkin timbulnya
dari istilah sumbangan yang digulirkan sekolah minta partisipasi masyarakat,
sumbangan itu untuk membantu pendidikan nah itu ada dua kesalahan yang mungkin
, karena sumbangan itu kan tidak boleh sama, ditentukan besarannya, dibatasi
waktu nah itu pungutan mestinya itu tidak boleh. Nah subangan itu seprti
pungutan yang akhirnya disebut dengan istilah pungli deh. Kalau sumbangan itu
kan berbass penghasilan borang tua, besarannya berdasarkan kesepakatan. kan ada
aturannya di Permen no 44 tahun 2005.” Jelasnya.
Disampaikan, dalam pandangannya
fenomena pendidikan di Kota Cirebon beragam, bahkan ada juga yang masuk zona
pelaku .
“Ya memang ada yang dalam kategori
pungli dan ada yang tidak, karena memang ada dua hal yang menyebabkan adanya
pungli, bisa karena pemahaman sekolahnya yang minim dan bisa karena pemahaman
masyarakatnya yang salah”.Ungkapnya.
Disampaikan ketika pihak sekolah
ingin memberlakukan partisipasi masyarakat, maka harus memahami aturan yang
dipakainya.
“Ya pihak sekolah harus
mengerti aturannya, sehingga nanti tidak termasuk ke dalam ketegori pungli,
kalau tidak paham aturannya, ya itu pungli”. Katanya.
Melaluinya, Iis mengajak kepada seluruh
elemen masyarayakat untuk bisa menerapkan pendidikan karakter.
“Dalam makalah yang berjudul
perlukah pendidikan anti pungli di sekolah, saya merekomendasikan bahwa
menanamkan pendidikan karakter ini harus dimulai dari sekarang, supaya tidak
terulang lagi fenomena seperti sekarang”. Ajaknya.
Disampaikan, tanggapannya setelah
memenangkan lomba ONG, bahwa pemerintah memang perlu melakukan berbagai even
untuk menunjang kualitaas dan menumbuhkan semangat guru.
“Baguslah pemerintah memberikan
penghargaan kepada guru-guru, kalau tidak ada penghargaan, kan
seolah-olah hanya tuntutan melulu”. Pungkasnya.