Cari Berita/Artikel :

Penguasa “PERKOSA HAK” Rakyat MELARAT

Oleh : Zezen Zaenudin Ali
Perjalanan kehidupan manusia dalam sejarahnya selalu berubah menyesuaikan zaman. Dimulainya dari masa pra sejarah yang menemukan adanya zaman batu, zaman perunggu dan zaman besi[1] menjadi rentetan dari kehidupan dan peradaban manusia yang terus berubah. Sejatinya manusia dibekali akal pikiran, kehidupan manusia pra sejarahpun telah mengenal adanya rasa solidaritas yang tinggi sebagai homo saphien-makhluk sosial. Semenjak mengenal kehidupan dimasa pra sejarah, manusia tidak bisa hidup sendiri ia terus berkoloni bahkan dalam aktifitas berpindah-pindahnya pun selalu demikian. Aktifitas kehidupan nomaden[2] ini terus berlangsung cukup lama dikenal dengan zaman batu dekat aktifitasnya dengan berburu binatang. Kebiasaan berpindah-pindah;nomaden ini merupakan karakteristik dari zaman pra sejarah dengan kebiasaan berburunya. Manusia dizaman itu selalu bertempat tinggal di goa-goa sebagai tempat peristirahatan kala malam tiba serta  tempat untuk melangsungkan kehidupan dari cengkraman musuhnya.
Jauh sebelum mengenal adanya persatuan ataupun mempersatukan, kehidupan manusia begitu keras dan buas. Kebiasaannya berburu dilakukan untuk melangsungkan kehidupannya, dari hasil buruan tersebut menjadi modal untuk melangsungkan hidup. Maka kehidupan yang keras tersebut bukan berarti tidak memiliki peradaban, sejatinya itulah peradaban dimasa itu. Kebiasaan berkoloni merupakan salah satu alternatif untuk melangsungkan kehidupan, karena kerasnya dunia perburuan persaingan pun begitu jelas terlihat. Manusia merasa perlu untuk dapat hidup dan terus hidup namun disisi lain banyak makhluk hidup lain juga melakukan siklus putaran kehidupannya dengan melakukan perburuan maka disitulah letak persaingan pun begitu jelas terlihat. Hewan- Binatang menjadi contoh nyata dari perilaku demikian yang menjadi lawan sekaligus mitra untuk dijadikan sebagai santapan dari buruannya.
Zamanpun berubah jauh setelah zaman batu itu dikenalah dengan zaman perunggu dan zaman besi. Di zaman ini mulai ditemukan teknologi klasik yang digunakan untuk berburu. Selain itu juga mulai mengenal bagaimana tatacara bercocok tanam. Di zaman ini berburu masih dilakukan meskipun hanya sesekali lebih intensnya kehidupan manusia diwaktu itu telah mulai membentuk kehidupan sosialnya dengan bertempat tinggal serta bercocok tanam, menemukan tempat yang aman, melangsungkan kehidupan dengan rutinitasnya serta melangsungkan keturunan. Pada akhirnya manusiapun tidak lagi mesti berburu ataupun berpindah-pindah tempat tinggal, karena dizaman ini telah ditemukan bagaimana cara bertahan hidup dengan menetap dan bercocok tanam.
Pada akhirnya terlepas dari segala keterangan sejarah manusia dari mulai pra sejarah hingga masuk keranah zaman sejarah ini sejatinya manusia yang telah dibekali akal pikiran serta karakter sosialnya, ia akan terus mencari dan membangun clan[3] demi clan antar satu dengan lainnya. Ia akan membentuk kebudayaan, seiring berjalannya waktu, namun perlu disadari manusia sejatinya merupakan makhluk yang memiliki kehendak bebas, bebas memilih serta bebas dipilih. Bahkan jauh dari pemahaman kekinian pun manusia bebas memilih mana santapan serta buruan yang dikehendakinya.
Peradaban pun terus berlangsung dimana manusia yang melangsungkan kehidupannya bahkan dari berbagai sudut pandang menyebutkan bahwa kehidupan bermula dari salah seorang utusan tuhan dalam versi agama, tetapi pun demikian dari versi pengetahuan yang memberikan sumbangsih kuat atas teori evolusinya menyebutkan bahwa makhluk hidup itu akan terus berevolusi serta berasal dari sesuatu yang dulunya pernah ada.[4] Hingga menempatkan asal mula kehidupan manusia berasal dari kera. Bukan tanpa alasan tentunya ungkapannya tersebut, melainkan melalui kajian mendalam atas teori serta telaahannya tentang evolusi serta penciptaan manusia tersebut.
Namun disini penulis ingin menyampaikan bahwa atas dasar perubahan zaman dari kehidupan manusia tersebut hingga pada akhirnya sampai pada pandangan tentang kehidupan manusia yang berdaulat dan bernegara. Sejatinya manusia tadi yang dibekali kehendak bebas tersebut lambat laun meskipun dalam sejarahnya dari setiap koloninya ia akan dikawal oleh seorang pemimpin, dalam proses berburunya ia akan menentukan lokasi mana serta bagaimana strateginya kepada kawanannya, secara tidaklangsung akan ditemukanlah dari pemahaman kita bahwa semua itu disandarkan pada penguasa dan kekuasaannya. Penguasa memiliki kewenangan untuk menentukan berbagai pilihan kepada yang dikuasainya sebut saja binatang buruan serta kawanannya. Munculnya penguasa-penguasa tersebut mengantarkan pada kepentingan bersama membangun sebuah peradaban baru-bernegara.
Rousseau seorang tokoh kelahiran Geneva -Swiss mengungkapkan terbentuknya sebuah negara berdasarkan pada sudut pandang historis dimasanya yang menyaksikan aparatus negara yang menguasai merupakan orang-orang dari kalangan orang kaya maka iapun menafsirkan gagasannya tentang negara bahwa negara merupakan bentukan dari kaum kaya untuk mengamankan posisi mereka sebagai kelas dominan. Maka jikalau demikian adanya, yang terjadi akan damping dalam menjalankan kehidupan bernegaranya, penguasa hanya akan mengamankan posisinya sebagai ‘penegak’ atau yang menjalankan roda kepemimpinan disuatu negara, tetapi hanya mementingkan kepentingan pribadi maupun kelompoknya saja tanpa mementingkan kepentingan umum. Sedangkan Rousseau berpandangan bahwa mustahil memisahkan masyarakat dari politik ketidakadilan, dan itu terjadi karena ketidaktahuan mereka sehingga menerima saja keadaan masyarakat sipil tempat mereka hidup. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia kita mendapati pemahaman bahwa yang dimaksud dengan negara merupakan organisasi suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat.[5] Sedangkan Gramsci menafsirkan negara dengan sesuatu yang kompleks menyeluruh aktivitas-aktivitas teoritis dan praktis. Manakala yang dituntut hanya sebatas ketaatan masyarakat tanpa mendapatkan keadilan dari penegak yang hanya sebatas mementingkan pribadi maka yang terjadi tentulah ketidakadilan.
Kekuasaan negara terletak pada rakyat yang telah memberikan kebebasan mereka pada negara maka pada gilirannya negara menjadi kehendak umum karena lahir dari penyerahan rakyat atas kebebasannya. Karena basis kontruksi atau bangunan negara ialah kepercayaan pada kehendak umum. Maka tak ada perwakilan rakyat karena kehendak rakyat tidak dapat diwakilkan. Adapun proses menjalankannya sebuah negara meyakinai adanya kehendak umum maka rakyat sendiri menyatakan kehendaknya melalui perundang-undangan yang diputuskan. Pemerintah hanya sekedar panitia yang bertugas melaksanakan keputusan rakyat. Jadi rakyat memerintah sendiri secara langsung, apa yang dikehendaki oleh rakyat itulah hukum[6] yang harus diberlakukan, maka negara itu menjadi urusan umum.
Proses yang terjadi sekarang ini telah jauh dari pandangan Rousseau. Negeri yang mestinya berdaulat atas nama rakyat pun kian hari kian jauh dari nilai-nilai yang semestinya dijalankan oleh pemerintah. Sistem demokrasi haya terlihat dan terus dikumandangkan disaat mendekati proses pemilu semata tanpa menyandarkan esensi dari nilai demokrasi. Negeri ini telah menganut sistem perwakilan rakyat yang telah tersaring dalam prosesi pilihan umum, hasil dari saringan tersebut telah di klaim sebagai bagian dari penyerahan kehendak umum padahal siapa yang tau kehendak umum dari jumlah penduduk yang terlampau banyak ini tersebar diberbagai penjuru nusantara. Lebih parahnya lagi tidak sedikit yang menemukan atau bahkan mengakui bahwa dalam prosesi pemilu tersebut pun suara demi suara telah dibeli dengan hitungan rupiah, maka tak heran yang terjadi adalah perwakilan segala-galanya terhadap rakyat. Muncullah degelan “rakyat mengharapkan kehidupan yang mapan telah diwakilkan oleh wakil rakyat, rakyat mengharapkan rumah mewah, mobil mewah semuanya telah diwakilkan oleh dewan perwakilan rakyat.” Belum lagi keberpihakkan pemerintah kepada kaum kaya lainnya sehingga pantas jauh-jauh hari telah muncul ungkapan yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.  Fenomena itu menjadikan kehidupan manusia tidak lagi merata, penyerahan kebebasan rakyat membentuk kepentingan umum pun telah melesat jauh, fenomena terus bermunculan yang tidak pernah memposisikan rakyat sebagai penguasa sejati lebih parahnya kebebasan rakyat pun dibungkam atas kekuasaan yang telah diberikannya demi mempertahankan kekuasaan dan golongannya.





[1] http://id.m.wikipedia.org
[2] nomaden merupakan aktifitas manusia sebelum memiliki tempat tinggal yang tetap yang akan terus melakukan perpindahan dari satu daerah kedaerah lain. Biasanya itu dilakukan dimasa pra sejarah- masa perburuan. Aktifitas tersebut dilakukan dalam hal berburu makanan, manakala persediaan makanan telah tiada, ia akan melakukan aktifitas berpindahnya tersebut kedaerah lain yang masih menyediakan sumber makanan.
[3] Clan merupakan kata lain dari suku atau marga
[4] Jostein Gaarder. Dunia shopie. (Bandung. Mizan. 2000). hlm. 622- 650
[5] http://ebsoft.web.id
[6] Dikutip oleh Nezar Patria dari magnis suseno. Antonio Gramsci Negara Dan Hegemoni. ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2009) hlm. 95-96