Rabu,
26 Agustus 2015 - Petani cabai
rawit di Ds. Tegalglagah, Bulakamba, Brebes rugi meski harga cabai di pasar
tradisional maupun modern melambung tinggi. Harga cabai rawit di pasar
tradisional Brebes (Pasar Brebes) mencapai Rp. 40.000,-/Kg, hal ini terjadi dibarengi
dengan adanya krisis ekonomi di Indonesia.
Menurut
pemaparan Bapak Kaprawi, salah satu petani di Ds. Tegalglagah yg di temui di
sawah “Petani seperti saya akan tetap rugi karena tengkulak selalu memberikan
harga yang sangat murah. 1 Kg cabai rawit hanya dihargai Rp. 7.500,- padahal harga
cabai rawit di pasar sangat mahal, samapai Rp. 38.500,-. Hrusnya pemerintah
bisa menstabilkan harga cabai agar kami tidak rugi“.
Adanya
permainan harga dari oknum tengkulak (bakul) disertai dengan ketidakstabilan
ekonomi adalah penyebab dari kerugian para petani. Tengkulak membeli dari petani seharga Rp.
7.000,- sampai Rp. 9.000,-. Untung yang didapatkan oleh tengkulak mencapai
300%. Dari untung tersebut akan digunakan untuk biaya kuli angkut, transportasi,
dll.
Berdasarkan
pemaparan Bapak Warso, salah satu tengkulak “Ya, harga cabai memang mahal
tetapi di petani dengan harga tujuh ribu termasuk sudah mahal mas. Kenapa harga
bisa mencapai empat puluh ribu/Kg, karena untuk biaya kulinya dan yang paling
penting biaya transportasi, karena BBM naik. Tengkulak paling dapat untung 50 %
- 75 %.”
Kestabilan
ekonomi sangat mempengaruhi semua harga sayuran, tidak terkecuali harga cabai
rawit. Harga tetap mahal tetapi petani tetap rugi. Untuk mencukupi kebutuhan
ekonomi sehari-hari juga kurang dari cukup. Sudah seharusnya pemerintah memperhatikan
hal ini dan segera untuk menstabilkan ekonomi demi mensejahterakan warganya.
Oleh : Faizal Aris