Cari Berita/Artikel :

Indonesia: Kebhinnekaan di Hantam SARA, PELITA Semboyankan Perdamaian Antar Umat Beda Keyakinan

Indonesia: Kebhinekaan di Hantam SARA, PELITA Semboyankan Perdamaian Antar Umat Beda Keyakinan
MBA_Line, Cirebon-Keragaman  realitas bangsa Indonesia terangkum dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, keberadaannya tidak bisa dinafikan menjadi mutlak adanya. Ketika ancaman kebhinekaan Indonesia dilanda hantaman dengan beragam pengukuhan kebenaran yang dilandaskan berdasarkan atas nama agama terus disuarakan meluluhlantahkan kebersamaan, Pemuda Lintas Iman (Pelita) hadir mengukuhkan Kebhinnekaan.

Pelita hadir memberikan cahaya kebersamaan, dalam momentum universerynya orasikan "Kebhinekaan adalah Indonesia" ditengah berbagai kegaduhan melanda Indonesia yang disampaikan langsung oleh KH. Husain Muhammad selaku pelindung Pelita disampaikan  dalam orasi kebudaan dalam rangka ulang tahun Pelita ke 5, Sabtu, (05/11).

" Sepanjang sejarah kehidupan saya di Cirebon tercinta ini, berkumpulnya anak-anak muda dengan latarbelakang keyakinan agama yang berbeda-beda dan hadir dengan wajah-wajah ceria dan dalam suasana yang hangat, semuanya didorong oleh ketulusan nurani dan semangat yang sama untuk membangun sinerji dan kebersamaan dalam persaudaraan atas dasar cinta, kasih dan rahmat tuhan bagi perwujudan sebuah cita kemanusiaan semesta," Ungkapnya.

Dijelaskan agama dan kepercayaan sejak awal dihadirkan Tuhan untuk membawa misi pembebasan manusia dari segala bentuk sistem sosial yang diskriminatif dan yang menindas.

"Demi penghargaan atas martabat manusia, untuk keadilan sosial, menciptakan persaudaraan dan kesejahteraan bersama umat manusia, agama dihadirkan Tuhan", Jelasnya.

Menurutnya kebersamaan membangun dalam mewujudkan kebhinekaan mesti hadir dilandaskan pada ketulusan yang utuh sehingga tidak terjerumus pada ritual formal yang mencitrakan kebersamaan semu."Saya berharap kebersamaan ini akan abadi, tidak terperangkap dalam formalisme seremonial semata dan tidak terpenjara oleh kegelisahan-kegelisahan psikologis", tuturnya.

Orasi diakhiri dengan ungkapan kebebasan berijtihad, tidak terfokuskan pada satu kebenaran yang telah dilalui.

"Ketika kakimu melangkah ke jalan buntu, janganlah berhenti carilah jalan lain, perjalanan menuju puncak harapan selalu terbentang, kita harus terus hidup", pungkasnya. (Zn)