MBA_Line -Pemerintah memberlakukan
sejumlah aturan untuk menekan dampak negatif rokok, terutama bagi kesehatan.
Pelbagai aturan dibuat agar konsumsi rokok menurun. Alih-alih berhasil,
konsumsi rokok justru tumbuh semakin besar.
Yang mengkhawatirkan, usia
perokok kini semakin muda. Terkait warga miskin, ada temuan menarik dalam
konsumsi rokok. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS dalam
beberapa tahun terakhir mengungkap tingginya pola pengeluaran rokok, baik
filter maupun kretek, warga miskin.
Pendapatan warga miskin
tidak hanya tersedot untuk pengeluaran pangan seperti membeli beras, tetapi
juga dibakar dalam bentuk asap rokok. Kontribusi pengeluaran untuk konsumsi
rokok cukup besar dalam perhitungan garis kemiskinan.
Garis kemiskinan adalah
batas rupiah minimum yang harus dikeluarkan setiap orang dalam sebulan agar
tidak terkategori miskin. Penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan
lebih kecil dari garis kemiskinan akan masuk kategori miskin. Kontribusi rokok
terhadap garis kemiskinan menduduki posisi kedua, baik di perkotaan maupun di
perdesaan. Rokok hanya kalah dari beras.
Dilansir dari metrotvnews,
pada Maret 2015 garis kemiskinan di perkotaan sebesar Rp342.541. Artinya,
penduduk miskin di perkotaan membelanjakan Rp28.225 untuk membeli rokok dalam
sebulan. Jumlah ini cukup besar untuk dialihkan buat biaya pendidikan atau
kesehatan ketimbang dibakar menjadi asap. (ML/MT)