MBA_Line- Reza Rahadian, aktor yang dimiliki bangsa Indonesia, sering kali sukses memainkan peran gemilang. Tak sedikit karya seni yang ia torehkan dan dinikmati oleh publik. Pantas saja, berbagai penghargaan ia raih. tentu para pembaca pun tidak meragukan acting yang sering diperagakan olehnya. 2013 silam, ia mendapatkan penghargaan Piala Citra Pemeran Utama Pria Terbaik.
Dilansir dari tabloidbintang.com, Sabtu, 7 Desember 2013. Beberapa menit sebelum
penerima Piala Citra Pemeran Utama Pria Terbaik diumumkan, Tio Pakusadewo
bicara empat mata dengan Reza.
"Gue percaya lo yang menang. Gue punya keyakinan itu.
Dan gue akan berjuang untuk itu. Gue support dan berdoa buat lo. Tapi kalau lo
gak menang, gak papa, ya?" kata Tio, hati ke hati. Ucapan Tio membuat Reza
bimbang.
Nyalinya seketika menciut. Menyembul satu pertanyaan,
"Sebenarnya saya ini dapat (piala-red) atau tidak?" Ucapan Tio
membuatnya kurang percaya diri. Jujur, gagal membawa pulang piala tentu membuat
bintang sinetron Culunnya Pacarku sedikit sedih. Itu wajar. Manusiawi. Apalagi,
untuk peran Habibie, Reza mempertaruhkan banyak hal. Habibie, peran paling
berisiko yang pernah diambilnya.
Pesaing yang paling bikin Reza minder lahir batin, Lukman
Sardi (Rectoverso) dan Ikranegara (Sang Kiai). Malam itu, Reza makin lemas saat
pihak SCTV meminta semua nomine Pemeran Utama Pria Terbaik naik panggung untuk
mengomentari peran mereka. Sesaat sebelum naik panggung, Reza, Abimana
Aryasatya, Lukman, Ario Bayu, Joe Taslim, Tio Pakusadewo, dan Donny Damara
berkumpul di belakang panggung. Mereka mengobrol. Tio lantas mendekatkan
kupingnya ke dada para nomine.
"Wah, yang paling deg-degan siapa, ya?" sindir Tio
sambil terkekeh. Sejurus kemudian, bintang film Lagu Untuk Seruni mengeluarkan
amplop berisi nama pemenang lalu melambai-lambaikannya ke hadapan para nomine.
Reza dan keempat kandidat semakin gugup. Sampai akhirnya, Donny dan Tio
menyebut nama Reza Rahadian. "Gue bangga dan senang sekali lo menang malam
ini!" bisik Donny ke telinga Reza sambil memeluknya. Yang terjadi
kemudian, Reza berpidato di atas pentas.
Reza menggenggam Piala Citra ketiga. Lalu berpidato. Ada
yang salah? Tentu tidak. Tapi bagi Bintang yang mengikuti perjalanan Reza dari
awal, agak mencurigakan mengapa pidatonya sesingkat itu. Pidato diakhiri ucapan
terima kasih kepada nenek, Fransisca Casparina Fanggidaej. Reza menyebut
Fransisca perempuan revolusioner. Siapa sebenarnya Fransisca? Mengapa Bung
Karno mengutusnya ke Kuba? Ada hubungan apa antara nenek Reza dengan Sang
Proklamator?
Nenek Reza dan Bung Karno
Berita meninggalnya Fransisca diterima Reza pada 13 November
silam. Fransisca meninggal di Utrecht, Belanda. Ia terpaksa menanggalkan status
WNI dan menjadi warga negara Belanda sampai akhir hayat. "Yang penting,
Oma saya sebut di pidato. Tidak bisa bertahan lama di atas panggung. Kalau saya
nekat menyebut banyak nama, saya akan emosional dan menangis," ucap Reza.
Fransisca bekerja sebagai wartawan. Begitu Reza
memperkenalkan nenek. Dia wartawan wanita Indonesia pertama yang mewawancarai
Presiden Kuba yang berkuasa selama 32 tahun, Fidel Castro.
"Oma berjasa
besar untuk negara tetapi dianggap kiri. Ia jurnalis, Opa juga jurnalis. Dia
orang Timor. Besar dan dekat dengan sosialis. Ia ditugaskan pemerintah
Indonesia di era Bung Karno untuk menghadiri kongres di Kuba. Berangkatlah Oma
ke Kuba," demikian Reza mengingat neneknya.
Nyaris bersamaan dengan itu, kata Reza, meletuslah peristiwa
politik 1965. Terjadi pergantian pemimpin di kursi RI 1. Sejak itu, Fransisca
tidak bisa pulang ke negerinya. Fransisca baru bisa pulang ke Tanah Air pada
2003, setelah Gus Dur naik takhta. Saat itulah untuk kali pertama, Reza
bertatap muka dengan nenek. Sayang, pertemuan bintang Perahu Kertas dengan Oma
tak berlangsung lama. Karena alasan kesehatan, Fransisca harus pulang ke
Belanda.
Pertemuan dengan Fransisca berlangsung saat Reza masih
berusia 16 tahun. Ia menggambarkan pertemuan berlangsung haru sekaligus absurd.
Pasalnya, Fransisca sudah tidak mengenali wajah anak.
Apalagi cucunya. Ketika Reza diperkenalkan sebagai anak Pratiwi Widhiantini,
Fransisca butuh waktu untuk mengingat, yang mana yang namanya Pratiwi.
Pertemuan kedua Reza dengan Pratiwi terjadi di Utrecht, Belanda. Saat itu, Reza
tengah syuting H&A.
Saat itu, terjadi percakapan mengharukan antara Reza dan
Oma. "Saya bertanya, mengapa Oma memilih berpisah dengan anak dan cucu?
Dia bilang: 'Seandainya Oma bisa pulang ke Indonesia, tentu Oma akan kembali.
Apa pun akan Oma lakukan untuk pulang. Tapi kalau informasi tentang anak cucu
tersebar, Oma khawatir keselamatan kalian terancam.' Mendengar jawab itu, saya
hanya bisa menangis. Memeluk Oma erat-erat. Oma juga meneteskan air mata,"
papar Reza panjang.
Kata Oma, "Tetaplah Cintai Negara Ini"
Jawaban Fransisca membuat Reza sadar betapa besar
pengorbanan nenek. Ia rela hidup dalam dilema puluhan tahun asalkan generasi
berikutnya selamat dan bahagia. Betapa seorang ibu terpisah dari anak. Tidak
diakui negara. Keinginan terakhir Fransisca, dibuatkan video dokumentasi
hari-hari terakhir sebelum napasnya terlepas. Reza sendiri butuh waktu untuk
mengenali rekam jejak Oma.
Salah satu yang diperoleh Reza beberapa hari setelah Oma
mangkat, sepucuk surat dari institusi Rakyat Demokrasi Filipina yang isinya
turut berbelasungkawa atas meninggalnya Fransisca. Ia bahkan menyelidiki dengan
memasukkan nama lengkap sang nenek di situs Google. Salah satu informasi yang
didapat, kiprah politik Fransisca pada masa pergerakan nasional.
Salah satu laman menulis, Fransisca lahir tahun 1925. Ia
pernah bekerja sebagai reporter Radio Gelora Pemuda Indonesia. Pada 1964,
Fransisca pernah menjadi penasihat Presiden Soekarno dalam kunjungan kenegaraan
ke Aljazair. Pada 1965, ia berkunjung ke Cile sebagai anggota delegasi
Indonesia di kongres Organisasi Wartawan Internasional. Saat itulah, meletus
tragedi G 30S. Fransisca tidak bisa pulang ke Indonesia. Ia tinggal 20 tahun di
China. Sejak 1985, Fransisca menetap di Belanda.
"Saya berpikir, pasti ada kebaikan dan sisi positif
selama Oma hidup. Entah jika ia disebut dekat dengan negara-negara yang selama
ini image-nya kiri. Entah jika ada fakta sejarah yang bias. Itu yang membuat
Oma tidak bisa pulang ke Indonesia. Sekarang, abu jenazah Oma pulang ke
Indonesia. Oma ingin abunya disandingkan dengan abu suaminya, opa saya,"
sambung Reza dengan mata berkaca.
Itu sebabnya saat karier Reza kian melambung, sebagian honor
dipakai untuk memberangkatkan ibu dan tante-tantenya ke Eropa. Selain pelesir,
Reza ingin ibunya menyambung tali silaturahim yang sempat merenggang dengan
nenek. Meski hanya dua kali bertemu nenek, ada satu nasihat yang diingat Reza.
Nasihat itu diucapkan pada 2006, saat bertemu di Utrecht, Belanda.
"Oma bilang begini: tetaplah mencintai negara ini.
Bagaimana pun kondisi negara ini nantinya, jangan pernah berpikir pindah ke
negara lain. Jangan pernah tinggalkan Indonesia. Berkaryalah melalui seni.
Hindari penyakit meninggalkan bangsa di kala negara susah dan
membutuhkan," demikian Reza menurukan nasihat nenek.
Ada satu kalimat lagi
yang diingat Reza dari neneknya, "Merdeka itu pulang."
Fransisca secara fisik (mungkin) belum merdeka lantaran gagal
pulang ke Indonesia. Tapi abu jenazahnya akan mengecap kemerdekaan. Yang
terpenting, anak dan cucunya mengecap kemerdekaan. Reza merasakan kemerdekaan
dalam berkesenian. Merdeka untuk menjadi yang terbaik.
“Oma melihat saya meraih
Piala Citra di surga. Ia senang pasti senang dan bangga,” pungkasnya.